Takengon- wartagayo.com
Suku Gayo adalah salah satu suku diantara suku-suku yang ada di bumi Pertiwi ini juga merupakan suku tertua di Pulau Sumatera mungkin di Nusantara bahkan di sebahagian belahan dunia, berdasarkan dari Peri Mestike Gayo ( PM ) ” Asal Linge Awal Serule” Konon katanya dimasa ah-ah, uh-uh tatkala uren rene remene, emun jalo jemalo, kuyu simang simut, rumput jarum jemarum ketika itu dunia ini berupa lautan dimana uren rene remene ialah hujan yang sudah reda tinggal gerimis, emun jalo jemalo yaitu awan yang bertumpuk-tumpuk membelah diri dan bergerak kesana kemari, kuyu simang simut adalah angin sepoi-sepoi yang tak menentu arah, dan rumput jarum jemarum yakni ujung-ujung daun rumput ( tetusuk ) yang runcing bagaikan ujung jarum tampak dipermukaan air laut tepatnya keadaan hujan badai menggelora yang mereda ada kemungkinan / persamaan dimasa glacial yakni masa cuaca yang sangat tidak menentu atau mirip dengan tsunami dahsyat dizaman Nabi Nuh AS. terdengar suara melapaskan kalimah Tauhid.
Sumber suara awalnya dapat dipastikan disatu pulau kecil yakni Serule Kampung Serule saat sekarang, mereka yang mendengarkan suara meyakini bahwa asal suara tersebut dari pulau kecil diseberang lalu didatangi kesana setibanya mereka dipulau itu benar adanya sumber suara berasal dari makhluk Tuhan yang maha Esa yang bulat berbentuk gundur.
Bahasa Indonesia suaranya diterjemahkan kedalam bahasa Gayo ialah ling nge maka tersebutlah nama tempat itu Linge Kampung Linge sekarang yang merupakan kampung pertama didiami suku Gayo, sedangkan sebutan Gayo dimaknai segala seisi langit dan bumi ( lat batat kayu atu ) yang berguna bernilai baik dan tergolong suci atau kesucian.
Nama kampung Linge yang diambil dari ungkapan suaranya yang melafaskan kalimat Tauhid ditambah lagi dengan adanya tulisan kalimah Laillahaillallah tidak ada Muhammadarrasulullah di salah satu batu nisan para Raja Linge yang berada di Pekubun di Desa Linge Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah dapat menjadi bukti bahwa leluhur orang Gayo bukanlah pemeluk agama Animisme melainkan ketauhidan atau agama tauhid
Kampung Linge yang merupakan kampung pertama di Gayo yang dihuni oleh seorang hamba Allah yang sebelumnya berbentuk Gundur telah menjadi seorang pemuda masa itu disebut (i rasi ) bernama Bujang Genali, dialah yang menjadi moyang orang Gayo kemudian menjadi Raja di kerajaan Linge I ( pertama ) yang memiliki bentuk pemerintahannya ” jejak seringkel tapak reduk seringkel tudung / payumg” artinya pemerintahan dan kekuasaannya masih seputaran Buntul Linge, didukung oleh tulisan Nurruddin Arraniri dalam pengantar buku Manunggaling kaula Gusti halaman 96 bahwa diyakinni Genali sebagai nenek moyang Gayo dan Aceh.
Sebutan ah-ah,uh-uh, uren rene remene, emun jalo jemalo, kuyu simang simut, rumput jarum jemarum, dan denie lauten yang serupa masa glacial yaitu masa yang ekstim cuaca sangat tidak menentu terjadi jauh dimasa sebelum Masehi, kalau demikian benarlah bahwa suku Gayo suku yang tertua di sebahagian belahan dunia didukung oleh penelitian dan temuan ilmiah yang dilakukan oleh Badan Arkeolog Medan melakukan penelitian bahwa di Loyang Mendale Desa Mendale, Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh situs ini ditemukan tahun 2007 dan diteliti sejak tahun 2009 hingga tahun 2018.
Temuan ilmiah tersebut menyatakan bahwa di Gayo telah didiami manusia dengan budaya Hoabinh yang jauh lebih tua dari manusia berbudaya Austronesia, budaya Hoabinh diperkirakan berumur 8.500 tahun yang lalu ( tyl ) Lintas Gayo 22 Agustus 2016.
Suku Gayo yang tergolong kedalam Proto Melayu atau Melayu tua. Begitu pula bahasa yang digunakan orang Gayo, dikelompokkan kedalam kerabat Melayu Polinesia, yang merupakan bahagian dari bahasa Austronesia ( Eades,2005;4 ) dalam kolom pendahuluan Al- Gayoni, Yusradi Usman 2012 Tutur Gayo, Pang Linge Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Suku dan orang Gayo jauh dimasa silam sudah berdiri tegak sebuah Kerajaan yang dapat dibedakan era sebelum Masehi kerajaan yang bentuk pemerintahannya Jejak seringkel tapak Reduk seringkel payung di Era Masehi atau tepatnya ketika peradaban Islam secara kaaffah kerajaan Linge sejak dipimpin oleh Sulthan Adi Genali sebagai raja Linge Islam I merubah bentuk pemerintahan menjadi ” opat mukawal pitu mudenie ” yang merupakan ‘ inget ari siopat atur ari sipitu yakni inget ari siopat adalah Kejurun terdiri dari 4 Kejurun sedangkan atur ari sipitu ialah Cik yang berjumlah tujuh cik disetiap Kejurun.
Raja Linge melakukan perluasan wilayah, ditahap awal-awal dengan penobatkan beberapa Kejurun (pimpinan wilayah) yakni Kejurun Linge berkedudukan di Linge, Kejurun Abuk berkedudukan di Lokop Subejadi, Kejurun Petiamang berkedudukan di Belang Kejeren, dan Kejurun Syah Utama diwilayah Samar Kilang, Nosar dan sekitar yang pada akhirnya setelah republik diproklamasikan semua kerajaan dibumi Pertiwi dileburkan akan tetapi masa itu Kerajaan Linge tetap mempertahankan Kejurun dengan melahirkan ” konsep sarak opat ” yang khusus Kabupaten Aceh Tengah yang merupakan induk semua Kabupaten di Tanah Gayo, berwenangkah suatu kerajaan menetapkan suatu ketetapan? bila Kerajaan tersebut tidak mempunyai pengaruh besar di Republik ini sehingga menggunakan konsep ini dalam pemerintahan kekhususan dan keistimewaannya, inilah sebagai bukti bahwa kerajaan Linge merupakan salah satu kerajaan besar diantara kerajaan-kerajaan besar di Republik ini kata lain kerajaan Linge bukanlah sekedar kerajaan kecil yang serupa Reje Kampung saat sekarang ini.erhum turun ni ukum ari sahkuala”, Pasal 1 dalam 45 pasal resam peraturen Nenggeri Linge, Yang maksudnya; Turunni edet ari kute Merhum, adalah Suatu kaidah tatanan atau ketentuan yang menyertai sesuatu yang merupakan fitrah atau keharusan terhadap sesuatu itu bukan hanya merupakan kebiasaan saja ( wujud alam semesta ) yang pertama sekali dikenal dan diperkenalkan di Buntul Linge yang merupakan tempat kediaman Raja I Kerajaan Linge yang ber gelar Merhum mahkota alam. Turun ni ukum ari sah kuala, ialah aturan yang diberlakukan merupakan hasil musyawarah yang berakhir, bermuara, atau berkala pada satu kesepakatan kemudian disahkan menjadi hukum adat.
Gayo yang ramah tamah, tidak menutup diri terhadap orang atau suku lain yang beniat baik dan tulus ketika hendak menjadi bagian dari suku Gayo dengan ketentuan penesoh dan penesah artinya penesoh ialah ritual adat ketika ada orang-orang yang hendak pindah berdomisili dari suatu pasak untuk menetap di kampung atau pasak lain, penesah yaitu ritual adat untuk meresmikan orang-orang yang hendak masuk ke ikatan adat di suatu pasak atau Kampung. Di Linge zaman dahulu terdiri dari empat pasak yakni pengelompokan atau pembagian masyarakat yaitu pasak Kejurun, pasak Gading, Pasak Uning, dan Pasak Lot. Dalam ketentuan adat yang tiga pasak yaitu pasak kejurun, pasak Gading, dan Pasak Uning tidak boleh saling menikahi tapi ketiga pasak ini boleh menikah dengan pasak Lot saja, jadi kalau ada orang asing yang ingin tinggal di kampung Linge dan menjadi masyarakat Linge ( anak dagang ) setelah diadakan penesah ditempatkan di Pasak Lot, agar bisa menikah dengan warga pasak ketiga tadi.