Oleh ; Bentara Linge
Takengon-wartagayo.com
Tugas pokok secara umum merupakan hal-hal yang harus bahkan wajib
dikerjakan oleh seorang anggota organisasi secara rutin sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki untuk menyelesaikan program yang telah dibuat berdasarkan tujuan.
Tugas
pokok adalah sebuah tugas yang sifatnya paling utama dalam satu posisi didalam suatu organisasi yang menjadi saran utama atau pekerjaan yang dibebankan kepada seseorangatau organisasi tertentu untuk dicapai dan dijalankan dengan rasa tanggung jawab
Fungsi ialah sesuatu yang merupakan bagian dari suatu aktivitas yang tergolong
pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya serta tindakan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang melekat padanya
Sarak opat yaitu empat unsur-unsur yang mengemban tugas dan fungsinya
didalam bidang pemerintahan kampung dalam konsep ke Gayoan dibeberapa Kabupaten di Provinsi Aceh termasuk Kabupsten Aceh Tengah
Peradilan Adat ( Remung sile ) yakni merupakan suatu lembaga peradilan perdamaian antara para warga masyarakat hukum adat dilingkungan masyarakat hukum adat yang ada, antar individu atau kelompok lainnya guna menyelesaikan persoalan yang timbul dengan penyelesaian yang berdasarkan rela dan rali
Masih banyak persoalan-persoalan di kampung dalam kasus tertentu mayasarakat
lebih memilih melaporkan kepada pihak berwajib yakni Polisi karena kalau diselesaikan melalui peradilan adat terlalu terbuka, disamping para pihak yang berkopeten menangani kasus-kasus belum begitu memahami akan mekanisme penyeselesaiannya juga biasanya denda adat yang bervariasi membuat sebahagian masyarakat lebih memilih penyelesaian melalui pihak berwajib, meski sudah terbit qanun nomor 9 tahun 2008 ada 18 item dilimpahkan penyelesaiannya di kampung melalui peradilan adat yaitu;
1. Perselisihan dalam rumah tangga
2. Sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan fara‟idh3. Perselisihan antara warga
4. Khalwat mesum
5. Perselisihan tentang hakm milik
6. Pencuriana dalam keluarga
7. Perselisihan harta seharkat
8. Pencurian ringan
9. Pencurian ternak piaraan
10. Pelanggaran adat tentang ternak,pertanian,dan hutan
11. Perseng aut
12. Persengketaan di pasar
13. Penganiayaan ringan
14. Pembakaran hutan
15. Pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik
16. Pencemaran lingkungan
17. Ancam mengancam
18. Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat istiadat
Penyelesaian perkara melalui peradilan adat lebih kepada mengedepankan perdamaian ( ulakan ku pakat jeroh ) yang dilandasi rela dan rali, sehingga penyelesaian perkara tidak menyisakan dendam bahkan berakhir saling menyadari kelemahan masingmasing dan para pihak dianjurkan menjalin hubungan silaturrahmi yang baik bahkan menjadi saudara.
Karena penyelesaian perdamaian secara adat terlebih adat Gayo berlandaskan kepada peri mestike ( PM ) “ Mate ni ukum owani ijtihet mate ni edet atan astana “ yakni „ mateni ukum owani ijtihet „ ialah ketika menetapkan hukuman kepada siapa saja atas kesalahannya selalu berijthat terlebih dahulu, terlebih ijtihet pada orang Gayo gicip usi diri baro gicip usi ni jema artinya dengan rasa yang dirasa seolah kita adalan orang yang akan diberi hukuman untuk dirasa-rasa sesuaikah hukuman yang diberikan kalau hukuman tersebut diberikan kepada kita dengan kesalahan serupa, Begitu juga „ mateni edet atan astana bermakna penyelesaian perkara secara adat berakhir dengan segala kelapangan dada berdamai dan menganggap lawan perkara menjadi sebuah keluarga di ibaratkan keluarga berarti hidup dalam satu istana atau rumah‟.
Sesuai menurut pendapat Prov .Tajuddin Banta Cut, bahwa kehidupan dahulu lebih tenteram ketimbang sekarang karena menjalankan tradisi adat dan budaya. Kebanyakan orang sekarang lebih senang menggunakan aturan positif dari pada budaya. Padahal bangsa ini lahir diatas budaya yang beragam ( bhinika ) yang kemudian bersatu ( tanpa menyeragamkan budaya) artinya adat istiadat dan budaya menjadi akar nilai bangsa ini. Dahulu kalau ada perselisihan para pihak , hampir semua dapat diselesaikan pada tingkat bawah (desa) baik melalui para pimpinan pormal (gecik )atau tokoh masyarakat .
B. TUJUAN
Tujuan dari peradilan adat dibentuk dan dilaksanakan di kampung diantaranya
adalah ;
1. Untuk penegakan hukum adat di kampung dan diselenggarakan melalui peradilan adat yang mengedepankan berdamai, penyelesaian perkara yang telah melalui
nasehat dari berbagai pihak sehingga faham betul arti sebuah perdamaian dan
dampak dari sebuah perseteruan yang sangat tidak nyaman hidup berdampingan
dalam kampung yang setiap harinya dapat bertemu
2. Meminimalisir dampak yang tidak baik seperti permusuhan yang berkepanjangan,
akibat adanya permusuhan antara warga masyarakat secara tidak disadari dan
disengaja permusuhan tersebut akan terwarisi dari pelaku permusuhan kepada
keluarganya yang lainnya
3. Menegakkan tugas dan fungsi dari sarak opat, dengan demikian semua unsur
sarak opat di kampung lebih difungsikan dalam hal penegakkan hukum adat
4. Melestarikan nilai adat Gayo sebagai khazanah, pastinya dituntut lebih dimengerti
dan difahami adat istiadat Gayo serta melembagakannya didalam diri setiap
individu
C. ALASAN SARAK OPAT SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN
Yang menjadi landasan sarak opat menjadi lembaga peradikan adat di kampung
karena dimandatkan dalam undang-undang dasar 1945 dan qanun lainnya seperti ;
1. UUD 1945 Pasal 30 ayat 18 b berbunyi ; mengakui dan menghormati kesatuan
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradsionalnya sepanjang masih
hidupdan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perinsip negara kesatuan
republik Indonesia
2. Undang- undang Desa….
3. Qanun Aceh nomor 9 tahun 2008
4. Qanun Kabupaten Aceh Tengah nomor 4 tahun 2011 tentang pemerintahan
Kampung
5. 45 pasal resam peraturen Nenggeri Linge
D. RELA DAN RALI
Dua kata yaitu „ rela „ dan „ rali „ dalam bahasa Gayo memiliki arti yang sama tapi
agak berbeda tingkatannya, yakni tingkat paling rendah atau awal adalah rela, sedangkan rali sediri karena Dua kata yaitu „ rela „ dan „ rali „ dalam bahasa Gayo memiliki arti yang sama tapi agak sudah melalui proses baru terjadi atau timbul kemudian seiring dengan waktu, bahkan bisa juga tidak, dan biasanya yang demikian akan terjadi komplik serta akhirnya suatu ketegasan yang seharusnya di patuhi atau di indahkan malah ditentang.
Dalam bahasa Indonesia, yaitu demi sesuatu rela, siap, atau bersedia berkorban,
makna disini merupakan ketulusan hati bukan adanya keterpaksaan, tapi hal sebaliknya juga sering terjadi kendatipun dalam ucapan sudah dinyatakan rela, tapi dibelakang hari ada yang menyatakan „dulu memang aku rela tetapi sekarang tidak, mungkin karena disebabkan oleh sesuatu hal yang sangat perinsip, ini artinya kerelaan juga belum merupakan jaminan untuk selamanya setuju atau sefaham.
4
1. RELA
Rela adalah merupakan sikap atau persetujuan suatu ketegasan yang akan
di tepati walaupun terkadang masih dengan berat hati karena kepatuhan, ketidak
berdayaan, atau keengganan, sehingga sesuatu ketegasan atau perintah itupun
dipatuhi dan dilaksanakan Makna lain dari „rela „ ketidak berdayaan karena tidak ada jalan atau cara lain maka harus bersedia walaupun tidak berdasarkan
ketulusan hati, minsalkan perintah atasan kepada bawahannya untuk melakukan
sesuatu yang tidak benar sipenerima perintah tahu itu tidak benar tapi karena
pertimbangan lain perintah itupun dilakukan, contoh lain kehendak orang tua
menikahkan anaknya dengan orang pilihannya terkadang sianak dengan segala
pertimbangan memenuhi keinginan orang tua kendatipun hatinya menolak, demi menjaga perasaan dan karena alasan ingin berbakti kepada orang tua perasaan
sendiri dikorbankan.
Rela atau kerelaan disini harus benar-benar diperhatikan dan dijaga oleh
orang-orang didekatnya dari segala sisi harus dihargai betul dengan pengorbanan yang merelakan perasaannya tadi sebab kalau tidak komlik atau penentanganpun akan terjadi tapi sebaliknya bila dukungan, perhatian, dan kasih sayang diberikan oleh orang-orang terdekat ada harapan kerelaan yang hakiki akan tumbuh berkembang dalam diri sianak tadi.
Jadi meski anak yang dijodohkan sudah rela menuruti kemauan orang
tuanya bukan berarti hatinya sudah tulus sepenuhnya masih besar kemungkinanannya dalam hati sang anak masih ada yang mengganjal maka untuk ini perlu dipikirkan lebih matang lagi bisa jadi dengan pendekatan, keterus terangan, jangan dengan intimidasi walapun dengan intimidasi riward artinya dengan penekanan bersifat penghargaan atau intimidasi halus.
Tetapi dalam kerelaan yang dimaksud dalam bahasa Gayo, dalam perjalanan waktu tidak membuahkan rali karena kurangnya dukungan, curahan kasih sayang, dan hal lainnya dapat pula berakibat patal kalau kerelaan dalam hal perkawinan bisa-bisa cerai kembali atau kalaupun tidak cerai mungkin keserasian, keselarasan, dan keharmonisan dalam berkeluarga tidak diperoleh meski diawal pernikahan ada rela.
2. RALI
Rali yang adanya mungkin hanya dalam ungkapan bahasa Gayo yang artinya lebih kepada ketulusan yang timbul dari lubuk hati yang paling dalam setelah melewati berbagai peroses dan pengalaman atau macam-macam hal yang dilalui, rasa aman, nyaman, keteduhan, dan damai yang ditimbukan karena curahan kasih sayang serta dukungan dari orang-orang terdekat sehingga rali timbul dengan sendirinya yang merupakan „ rela „ yang behasil sesuai dengan yang diharapkan.
Rali juga merupakan suana hati yang timbul karena kenyataan yang dirasa sesuai dengan keinginan atau segala sesuatunya sesuai dengan yang diharap dan yang di idamkan, untuk ini tentu butuh peroses yang dilalui dari rasa yang dirasa
rasa sehingga timbul perasaan yang tenang, senang, damai, teduh, aman, dan nyaman.
Untuk menimbulkan „ rali „ memang gampang-gampang susah dikarenakan menyangkut suasana hati yang bersifat abstrak dan gha‟i b sehingga sulit kita mengetahuinya karena menyangkut suana hati orang lain tetapi biasanya segala sesuatu bila diawali dengan etikad yang baik dan tulus ikhlas selalu saja seperti ada yang membimbing sehingga antara perlakuan dengan perasaan selaras, itulah keistimewaan orang-orang baik dan beritikat baik banyak diselimuti auraaura yang positif.
Sampai ketingkat „ rali „ seseorang kebanyakan menerima dan legowo artinya tidak banyak peca-peci melainkan berbesar hati dan berlapang dada atau disebut juga dengan tulus ikhlas, serta sampai ketingkat ridha, jadi dalam istilah Gayo „‟ rela dan rali ‟‟ lebih tepat dimaknai dengan dalam tingkat ketulusan adalah „ ikhlas dan ridha „.
Karena kelegowoan atau berlapang dada, selalu berprasangka baik, dan selalu menerima, sehingga lupa mengeritik tentang kekurangan orang lain. Karena sifat orang ini acapkali ketika melihat;
a. Seorang anak berbuat maksiat, yang timbul dalam pemikirannya wajarlah
karena belum tahu karena masih anak-anak sedangkan aku ?
b. Seseorang keterbelakangan mental berbuat maksiat, anggapannya wajarlah
kan dia tidak faham sedangkan aku ?
c. Seseorang gila berlaku maksiat, dalam hati ia bergumam sangat wajar karena
tidak waras sedangkan aku ?
d. Seseorang lebih tua berkelakuan kurang baik dalam pandangannya,
penilaiannya bagaimanapun dia lebih banyak merasakan segala sesuatunya,
pengalaman, dan lebih banyak melihat segalanya dari pada aku.
e. Seseorang ber ilmu, pengakuannya sungguh mulia orang itu karena orang ber
ilmu dinaikan derajatnya melebihi orang awam.
Mungkin karena rela dan rali sangat melekat pada kaum ibu Gayo dimasa dahulu sangat toleran dan mengagungkan suaminya sehingga penerapannya sampai kepada anak-anaknya, seperti tempat duduk, piring makan, gelas minum sang suami atau ayah dari anak-anaknya tidak baleh dipakai oleh anak-anaknya sendiri dan banyak larangan-larangan lainnya menyangkut pemakaian barangbarang atau benda yang selalu dipakai oleh sang suami atau ayah dari anakanaknya.
Dizaman emansipasi wanita dewasa ini timbul anggapan dan penilaian
sebahagian orang bahwa orang Gayo terlalu mengagung-agungkan kaum bapak,
dan membiarkan para kaum ibu kecapaian bekerja keras, artinya lebih
membebankan tanggung jawab keluarga kepada para kaum ibu, sehingga tercipta
lirik lagu dalam bahasa Gayo yang dipopulerkan oleh Abadi Ayus yaitu „ rawan
lepok sigere mupau, mulop kurikpe ku aku, berutempe ku aku, mujerangpe ku aku, bewen ne ku aku „ dan seterusnya.
Padahal orang Gayo dahulu sangat faham makna dari tatanan adat, ajaran agama serta menjalankan konsep at-tazkiyah yang artinya menyangkut pensucian diri, dalam bentuk pandai bersyukur, penyabar,amat belas kasihan, penyayang, santun dan bijak sana, selalu bertaubat, lembah lembut, sangat jujur, amanah.
E. KONSEP SARAK OPAT
Sarak opat bermula dari Peri Mestike “ Nenggeri mureje Kampung musarak ” yang berarti: Nenggeri adalah suatu wilayah atau daerah yang mempunyai batas-batas yang jelas serta diakui keberadaannya, Reje yaitu suatu jabatan tertinggi atau pemerintah yang sah yang ditetapkan dengan suatu sistim yang diakui ketetapannya, kampung ialah wilayah kecil dan penduduknyapun lebih sedikit serta wewenang dan kebijakannya dipengaruhi pemerintah atasannya, sarak yakni kumpulan individu yang mencakup semua unsur disuatu daerah atau wilayan tertentu. Sedangkan isini sarak terdiri dari:
1. Reje musuket sipet
Musuket sipet merupakan dua kata bagian dari tuluk yaitu takar dan ukur, yang maksudnya gelit dan pas adalah nahma reje atau pemimpin negeri yang beretikat baik, niat yang tulus, tegas dalam bertindak dengan perinsip adil, kasih, benar, dan suci berperilaku “ munyuket gere rancung munimang gih eleng atau mangik “ maknanya dalam hal menegakkan amal makruf nahi munkar ( salah bertegah benar berpapah ) tepat selalu dalam koridor dan ketentuan yang berlaku tidak pilih kasih serta selalu berpegang kepada peri mestike “ mate ni ukum wan ijtihet mate ni edet atan astana” artinya penyelesaian perkara harus sesuai menurut edet atau dalil akli dan sesuai dengan perasaan yang paling dalam bila mana kita yang menjalani permasalahan itu atau terdakwanya
Maka seseorang yang menjadi Reje selain musuket sipet juga harus cerdik, bidik, lisik, dan mersik yang artinya : cerdik adalah seseorang selain pandai dan pintar ber ilmu juga tanggap atas segala sesuatu serta dapat mencari solusi, bidik yaitu cekatan mendahulukan yang seharusnya didahulukan (skala proritas ) berprinsip open, tanggap tidak masa bodo, lisik ialah tidak merasa enggan dalam menyikapi atau menanggapi sesuatu dan menyegerakan pencarian solusi penyelesaiannya dengan tidak menunda-nunda disertai rasa senang dan ikhlas, dan mersik bukanlah dimaksudkan kuat secara pisik akan tetapi tegas, dan berani menyatakan yang benar itu benar dan yang sallah itu salah kendatipun sangat sulit dan pahit artinya dalam hal salah bertegah benar berpapah tidak pilih kasih atau tebang pilih sama rata semua warga.
2. Imen muperlu sunet
Muperlu sunet, menurut bahasa hukum syariah, berkisaran antara wajib dan sunah, yaitu wajib bila dikerjakan berfahala bila ditinggalkan berdosa, sunah bila dikerjakan berfahala ditinggalkan tidak berdosa, terkait dengan masalah ini berarti jabatan imem selain menjadi ikutan juga sangat terkait dengan Agama, jadi bila mana terjadi peradilan para pihak diadili dari perspektif Agama peran Imam lah yang sangat dibutuhkan, begitupun dalam hal lain dalam pelaksanaan ritual-ritual Agama seperti pelaksanaan fardu kifayah, ibadah-ibadah dan lain sebagainya
Dimasa kerajaan atau masa ketauhidan dahulu kala mungkin jabatan Imam dipegang oleh seseorang yang shalih, alim, dan sufi sehingga dapat dijadikan ikutan ( mulebih ) sekarang sering disebut “ mulebe “
3. Petue musidik sasat
Peredikat musidik sasat ialah dua kata sidik dan sasat dapat kita maknai : sidik yaitu diselidiki atau pekerjaan penyidikan guna mengetahu dan meyakini dengan jelas antara benar dan salah dalam suatu perkara, begitu juga dengan sasat bermakna disiasati agar jangan sampai dikemudian hari menyesal karena kurang menyikapi atau siasat yang kurang tepat sehingga pemberian sangsi dari suatu pelanggaran tidak tepat. Dalam adat Gayo dikenal dengan sebutan “ iyet, peneyet, alal mal mata bene “ maksudnya adalah :
a) Iyet yakni dugaan sementara kemudian dikembangkan terus sehingga dugaan
itu hingga mengarah kepada pelaku yang diduga
b) Peneyet yaitu penyidik melakukan penyidikan dengan cara seksama sambil
mencari bukti-bukti dan saksi pendukung perkara
c) Alal mal mata bene ialah merupakan hasil dari rangkaian iyet, peneyet
sehingga didapatkan bukti dan saksi dari pelanggaran dan sudah ada
pengakuan dari tersangka menjadi terdakwah, dalam adat Gayo disebut “
engon sareh panang nyata “ itulah wujud dari edet munukum bersipet ujut
4. Rayat genap mupakat (RGM )
Seperti penjelasan diatas rakyat merupakan elemen masyarakat sebagai pelengkap dan penyempurna dari unsur-unsur yang ada dalam susunan stuktur pemerintahan dalam konsep sarak opat, sangat besar peranya dalam sebuah negeri atau kampung untuk mewujudkan suatu program dengan perinsip kegotong royongannya, budaya gotong royong yang sudah kental terpupuk dahulu itu perlu ditumbuh kembangkan lagi dikalangan masyarakat kita dewasa ini.
Rayat Genap Mupakat berupa komponen penting itu terlebih-lebih menjadi target dari semua program yang direncanakan harus di evaluasi pencapaiannya oleh para pemimpin yang berpredikat suket sipet dan lainnya, Rayat Genap Mupakat juga disebut “ tamun kaul iringen naru ni Reje simusuket sipet, Imem si muperlu sunet, dan Petue si musidik sasat serta perwakilan rakyat Genap Mupakat ”
Sesuai dengan predikat unsur “ isini srak “ juga merupakan tupoksi dari unsur tersebut, dikalangan masyarakat yang harus bersinergi dalam hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat dan kerlangsungan kehidupan masyarakat dan alam lingkungan , fungsi lain dari predikat yang melekat pada Reje, imem petue dan wakil Rakyat adalah kepedulian terhadap segalanya yang ada pada wilayah kerjanya dan selanjutnya mengintospeksi diri masing-masing dengan tidak mengabaikan evaluasi untuk dapat berbenah diri dimasa mendatang agar lebih baik lagi
Dari uraian-uraian yang termaktub diatas “ konsep sarak opat “ bila ditinjau dari pesan-pesan yang terkonsep sangatlah berati bagi peran-peran yang terstruktur dalam tatanan pemerintahan di tanah Gayo, jadi sangat tidak wajar bila kabupaten- kabupaten atau sekup kecil seperti Desa atau nama lain tidak menjadi yang terbaik dalam segala hal di Negeri tercinta ini, tentu kita sepakat dan berharap moga-moga kedepannya segala sesuatunya di Tanah Gayo akan menjadi lebih baik lagi “amin “
Juga dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa orang Gayo semenjak diawal dunia ini sudah baik peradapannya dengan penegakan adat dan hukum adat yang sangat bersahaja dan identik dengan hukum syariah atau hukum Allah maka Adat Gayo berperedikat “ Adat tullah “
Unsur-unsur dalam struktur pemerintahan ditanah Gayo juga semenjak awal dunia atas nahma Reje, Imem, Petue, dan Rayat, yang mempunyai gelar dan predikat yang sangat baik dan berkesan beda dengan suku lain di Nusantara ini terlebih-lebih nahma Reje yang ber gelar “ Merhum Sah Kuala Pute Alam” yang memiliki makna yang sangat sempurna yaitu „ Merhum bermakna Keramat ( berkelebihan ) atau diberi kelebihan dan kemuliaan, Sah Kuala yaitu mengambil keputusan dan mengesahkan suatu kesimpulan yang bermuara,berkala, atau berakhir dari sebuah majelis untuk dijadikan aturan, Pute adalah pemilik dari semua yang ada dan kehendak alam
F. PUNTUNG BELE
Puntung bele adalah sebuah tindakan perventif atau lebih mengedepankan pencegahan daripada mengobati berlaku dalam hal menghadapi perkara lebih kepada yang besar diperkecil, yang kecil dianggap tiada ( penyabit )
Puntung bele memiliki tingkatan yaitu;
1. Remung ble, adalah terjadi perkara disaat dan waktu itu diselesaikan sediri baik
oleh kesadaran kedua belah pihak maupun ada yang melerai dan mendamaikan
2. Remung tenge, ialah penyelesaian perkara yang sudah melibatkan keluarga baik
sepihak maupun kedua belah pihak serta melibatkan wali sejuk
3. Remung sile, peradilan adat yang sudah melibatkan sarak opat dan melalui iyet,
peneyet, dan alal mal mata bene, bahkan melibatkan belah bersi ( pengacara ).
G. GELAR PERKARA
Ketika puntung bele tahap 1 dan 2 tidak membuahkan hasil perkara sampai ditangan pengulu yang siyogianya tahapan ke 2 terkadang sudah melibatkan pengulu, pengulu meneruskan perkara tersebut ke sarak opat, diperintahkan atau inisiatif sendiri petu melaksanakan perannya melalui iyet, peneyet, untuk memperoleh alal mal mata bene
Setelah mendengar pengakuan dari tersangka dan penjelasan dari saksi serta menilai dari bukti-bukti maka sarak opat berdiskusi dengan berijtihat guna mengambil keputusan perkara. Dizaman dahulu hanya ada peradilan adat tidak seperti sekarang banyak pengadilan-pengadilan menurut tingkatannya, setelah putusan sidang dibacakan bila terdakwa tidak terima maka dianggap mubantah akim munupang bale jatuh kepadanya ukum parak dikucilkan ( gere igenapi ) tetapi dimasa sekarang dilimpahkan ke kewenangan polisi menempuh hukum positif.
Aharuddin


